Ads 468x60px

Senja di Ulee Lheu bersama Ranselkosong.com

Matahari sudah hilang di balik bukit yang menjulang. Rona jingga menyala sekarang sudah berganti dengan biru pekat. Kerlap-kerlip lampu kota berpacu dengan suara-suara binatang kecil yang menyenandungkan lagu malam. Para penjaja jasa penyewaan ban mulai menarik ban-ban nya dari permukaan laut. Tapi di kejauhan pemancing malah semakin ramai mengisi syaf-syaf rob yang memanjang horizontal di bibir laut Ulee Lheu. Saya dan dua orang teman lainnya tak ingin berlarut menikmati pesona senja.

Senja di Pantai Ulee Lheu.

Saya masih teringat sebuah cerita tentang perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda. Mengambil latar Pantai Ceureumen di Ulee Lheu, cerita itu mengangkat kisah perang dengan balutan romansa cinta dan persahabatan serta kecintaan akan Bumi Aceh. Kala itu Belanda datang menyerang Aceh. Sepasang sahabat Husin dan Syarief menjadi tokoh utama. Husin yang dengan penuh semangat, membulatkan tekad untuk membela tanah yang telah membesarkannya. Husin meninggalkan Syarief yang ingin mempersunting Jamilah, seorang wanita Aceh yang sudah merebut hati Syarief. Husin pun melangkah sembari berucap kepada syarief ingin mempersunting bidadari. Tekad Husin pun sudah bulat untuk berperang. Syarief yang masih dirundung kebimbangan tiba-tiba dikagetkan oleh ketukan pintu rumah. Tak dinyana, sahabat satu-satunya yang dimiliki Syarief mangkat di medan perang. 

Syarief pun kalap, dalam kegamangannya Syarief berlari menuju rumah Jamilah. Syarief tak sabar ingin bertemu Jamilah. Pintu rumah Jamilah diketuk keras. Jamilah pun keluar sembari menyembunyikan wajah sedihnya. Namun Syarief buru-buru mengeluarkan bungkusan dari saku celananya. Bungkusan tersebut di berikan kepada Jamilah sebagai tanda kelak untuk mereka menikah. Setalah membiri bingkisan, Syarief pun berlalu untuk pergi berperang melawan Belanda. Namun suara Jamilah menghentikan langkah Syarief. Jamilah menatap dalam-dalam mata kekasihnya itu dan berkata, “Demi Allah aku mencintaimu, Cutbang. Aku ingin bahagia bersamamu. Ingin sekali.” Sepasang kekasih itu pun pergi ke medan perang dengan cinta yang menyatukan mereka demi membela tanah kelahiran mereka, Aceh.

Lepas dari cerita tentang Syarief dan Jamilah yang berperang melawan Belanda. Sore itu saya datang mengunjungi tempat dimana cerita itu dibuat. Langit sore itu cerah sekali. Warga aceh lalu lalang datang menikmati suasana sore di pinggiran laut Ulee Lheu. Pondok-pondok jagung di sepanjang jalan menuju pelabuhan Ulee Lheu terlihat penuh dengan pengunjung. Di pantainya terlihat beberapa anak kecil bermain balon air. Mereka meluncur di dalam bola-bola air. Jauh di seberang beberapa orang terlihat berjalan melewati batu yang disusun seperti benteng pertahanan untuk memecah ombak-ombak besar.

Teman saya Citra dan Ari menghentikan deru sepeda motornya di salah satu warung di pinggir jalan Ulee Lheu. Saya memesan minuman dingin untuk menyegarkan tenggorokan yang sedari tadi sudah kering. Kami beristirahat sejenak melepas pandang ke laut. Pantai Ulee Lheu merupakan salah satu bibir pantai yang sangat indah untuk menyaksika matahari tenggelam. Tipikal pantai barat di Pulau Sumatra yang berhadapan langsung dengan laut luas merupakan salah satu daya tarik dan pesonanya. Sore hari jika mendung tidak menggantung, hampir di sepanjang pentainya merupakan tempat terbaik untuk melepas sandar menikmati matahari hilang tenggelam di badan lautan.

Ulee Lheu dulu sewaktu tsunami 2004 yang memporak-porandakan Banda Aceh dan beberapa daerah pesisir lainnya menjadi titik terparah. Rumah-rumah hanyut setelah dihantam gelombang tinggi. Ribuan nyawa melayang, harga benda yang mengukuhkan manusia sebagai makluk dunia hilang hanya dalam hitungan menit.

Ulee Lheu memang parah terkena tsunami, namun sekarang wajah kehancuran akibat tsunami tahun 2004 telah hilang sama sekali. Kawasan Ulee Lheu ditata sedemikian rupa, aspal-aspal licin dengan beton-beton kokoh menghiasi pinggiran pantai. Pelabuhan penyeberangan Banda Aceh - Sabang yang ada di Ulee Lheu pun dibenahi. Bangunan dengan corak modern dipadu dengan dermaga kokoh tempat bersandarnya kapal feri BRR yang siap mengantarkan penumpang lintas pulau. Di pantai Ulee Lheu juga dibuat sentra kuliner yang siap memanjakan lidah para pengunjung yang datang ke Banda Aceh. 

Ulee lheu mungkin siap menampung pengunjung yang datang ke Banda Aceh. Selain Mesjid Baiturrahman, Pantai Lampuuk, Kapal Apung dan wisata kuliner di Kota Banda Aceh alangkah baiknya Pantai Ulee Lheu dijadikan salah satu destinasi yang harus dikunjungi jika ke Banda Aceh. Sembari melihat Mesjid Baiturrahim yang selamat dari sapuan tsunami silam.


Matahari sudah hilang di balik bukit yang menjulang. Rona jingga menyala sekarang sudah berganti dengan biru pekat. Kerlap-kerlip lampu kota sudah mulai berpacu dengan suara-suara binatang kecil yang menyenandungkan lagu malam. Para penjaja jasa penyewaan ban mulai menarik ban-ban nya dari permukaan laut. Tapi di kejauhan pemancing malah semakin ramai mengisi syaf-syaf rob yang memanjang horizontal di bibir laut Ulee Lheu. Saya dan dua orang teman lainnya tak ingin berlarut menikmati pesona senja. Kami beranjak menuju Mesjid Baiturrahmi, tidak jauh dari tempat kami menghabiskan senja tadi.

Mesjid Baiturrahim sendiri menjadi salah satu saksi tsunami yang masih bertahan. Di Mesjid ini, foto-foto tsunami bisa dilihat di salah satu sudut teras mesjid. Mengenang tsunami setelah beribadah makin membuat kita sadar bahwa kita tidak ada-apanya dimata sang khalik toh ? Saya percaya itu.

Selepas magrib, kami beranjak ke warung kopi Ulee Kareng. Menikmati Banda Aceh dari secangkir kopi ditemani dengan kelakar kami diantara pengunjung warung kopi lainnya. Aceh semakin bergelora saja selepas senja ya.*


Aktivitas sore di Pantai Ulee Lheu.
source: http://www.ranselkosong.com/

0 komentar:

Post a Comment